ASKEP
JANTUNG REMATIK (PJR)
I.Konsep medis
A. Defenisi
Demam reumatik adalah penyakit inflamasi akut yang timbul
setelah infeksi tenggorokan oleh Streptokokus Betahemolitikus grup A, cenderung
kambuh, dan dapat menyebabkan gejala sisa pada katup jantung.
Penyakit
jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga
merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang
disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung
berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan
dewasa muda di seluruh dunia.
B. Etiologi
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara lain :
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara lain :
1. Terdapat riwayat demam rematik dalam
keluarga
2. Umur
DR sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2 tahun.
DR sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2 tahun.
3. Kedaan social
Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang kurang baik.
Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang kurang baik.
4. Musim
Di Negara-negara dengan 4 musim, terdapat insiden yang tinggi pada akhir musim dingin dan permulaan semi (Maret-Mei) sedangkan insiden paling rendah pada bulan Agustus – September.
Di Negara-negara dengan 4 musim, terdapat insiden yang tinggi pada akhir musim dingin dan permulaan semi (Maret-Mei) sedangkan insiden paling rendah pada bulan Agustus – September.
5. Dsitribusi daerah
6. Serangan demam rematik sebelumnya.
Serangan ulang DR sesudah adanya reinfeksi dgn Streptococcus beta hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat DR
Serangan ulang DR sesudah adanya reinfeksi dgn Streptococcus beta hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat DR
C.Anatomi/fisiologi
Demam
reumatik paling sering terjadi pada usia
5 sampai 15 tahun dan sangat jarang terjadi pada usia di bawah 5 atau di
atas 15 tahun, apalagi pada orang dewasa. Terlebih lagi, penyakit ini cenderung
terjadi pada golongan sosial ekonomi
yang lebih rendah, terutama akibat faktor kebersihan lingkungan tempat
tinggal dan kondisi kesehatan secara umum dan nutrisi. Kemudian, ada pula
peranan genetik di dalamnya,
sehingga ada orang-orang yang memang ”berbakat” untuk mengalami demam reumatik
setelah menderita infeksi tenggorokan. ”Bakat” ini pun seringkali ditemukan
pada lebih dari satu anggota dalam satu keluarga.
D. Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderita DR dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah stretolysin titer 0, suatu Produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard.
Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderita DR dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah stretolysin titer 0, suatu Produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard.
Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
E. Manifestasi
Klinik
Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan atas manifestasi mayor dan minor.
Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan atas manifestasi mayor dan minor.
1. Manifestasi Mayor
Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yangü mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demamü reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5%ü pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuranü antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yangü mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demamü reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5%ü pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuranü antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
2. Manifestasi Minor
Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifat remiten, antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.
Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifat remiten, antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.
F. Pemeriksaan
Diagnostik/penunjang
1. Pemeriksaan darah
Ø LED tinggi sekali
Ø Lekositosis
ØNilai hemoglobin dapat rendah
Ø LED tinggi sekali
Ø Lekositosis
ØNilai hemoglobin dapat rendah
2. Pemeriksaan bakteriologi
Ø Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
Ø Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.
Ø Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
Ø Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.
3. Pemeriksaan radiologi
Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.
Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.
G. Diagnostik
Diagnostik demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi.Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus disebut manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria mayor, atau satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam rematik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.
Komplikasi
Diagnostik demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi.Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus disebut manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria mayor, atau satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam rematik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.
Komplikasi
1. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.
2. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
H. Pengobatan/penatalaksanaan
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
1. Eradikasi kuman Streptococcus
beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
2. Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
3. Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
4. Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
5. Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative.bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative.bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
II. KONSEP
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1. Lakukan pengkajian fisik rutin
2. Dapatkan riwayat kesehatan,
khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus antesenden.
3. Observasi adanya manifestasi demam
rematik.
B.
Penyimpangan
KDM
DEMAM
REMATIK
streptococcus
beta-hemolyticus grup A.
reaksi imonolgy ( anti body )
sarcolemma myocardial
toxin
myocard
rusak
stretolysin titer o
Bersifat toxik
terhadap jaringan myocard
terhadap jaringan myocard
C.
Diagnosa
Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah
jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
D.
Rencana
Keperawatan
a) Resiko tinggi penurunan curah
jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi & Rasional
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi & Rasional
1.
Beri
digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan
untuk mencegah toksisitas.s
2.
Kaji
tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia,
disritmia)
3.
Seringkali
diambil strip irama EKG
4.
Jamin
masukan kalium yang adekuat
5.
Observasi
adanya tanda-tanda hipokalemia
6.
Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload
sesuai instruksi dapat meningkatkan curah jantung
7.
Untuk
mencegah terjadinya toksisitas
8.
Mengkaji status jantung
9.
Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan
toksisitas digoksin
b) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia)
berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi & Rasional
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi & Rasional
1.
Kaji
saat timbulnya demam
2.
Observasi
tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
3.
Berikan
penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
4.
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga
tentang hal-hal yang dilakukan
5.
Jelaskan
pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak
dilakukan
6.
Anjurkan
klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya
7.
Berikan
kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
8.
Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi
Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam
9.
Tanda-tanda
vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien
10. Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien
dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga
11. Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien
dan keluarga untuk lebih kooperatif
12. Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam
proses penyembuhan klien di RS
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkatØ sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkatØ sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
13. Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu
tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh
14. Antipiretika yang mempunyai reseptor di
hypothalamus dapat meregulasisuhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan
mendekati suhu normal
c) Nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi Rasional
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi Rasional
1.
Kaji
faktor-faktor penyebab
2.
Jelaskan
pentingnya nutrisi yang cukup
3.
Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil
dan sering, jika tidak muntah teruskan
4.
Lakukan
perawatan mulut yang baik setelah muntah
5.
Ukur BB setiap hari
6.
Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
7.
Penentuan factor penyebab, akan menentukan
intervensi/ tindakan selanjutnya
8.
Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga
sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
9.
Menghindari mual dan muntah dan distensi perut
yang berlebihan
10. Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan
kemungkinan muntah
11. BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya
kebutuhan nutrisi
12. Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi
klien
d) Nyeri berhubungan dengan proses
inflamasi.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional
Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeriØ (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional
Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeriØ (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami
1.
Kaji
factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
2.
Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan
yang tenang
3.
Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan
perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan keluarga)
4.
Berikan kesempatan pada klien untuk
berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat
5.
Berikan obat-obat analgetik sesuai instruksi
Untuk mengetahui berapa tingkat nyeri yang dialami
Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor
Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor
6.
begitupun juga respon individu terhadap nyeri
berbeda dab bervariasi
7.
Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus
eksternal
8.
Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat
sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami
Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien
Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien
9.
gembira
/ bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri
10. Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik
E.
Evaluasi :
1. Tidak terjadi Resiko tinggi
penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
2. Suhu tubuh tetap normal dan tidak
terjadi (hipertermia)
3. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
4. Nyeri berkurang atau hilang
DAFTAR PUSTAKA
Arief
Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3.Penerbit Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
Smeltzer Bare, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
Aesculapius FKUI. Jakarta.
Smeltzer Bare, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar